Nabi Musa dan Al-Khidhir
Pada suatu ketika
berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra'il. Ia berdakwah kepada
mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada mereka akan kurnia dan
nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka yang sepatutnya diimbangi
dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya
dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan
bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari
nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka.
Begitu Nabi Musa
mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri bertanya kepadanya:
"Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai dan paling
berpengetahuan?" "Aku", jawab Musa. Apakah tidak ada kiranya
orang yang lebih pandai dan lebih berpengetahuan daripadamu?" Tanya lagi
si penanya itu. "Tidak ada" , ujar Musa seraya berkata dalam hati
kecilnya: " Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra'il? Aku adalah
penakluk Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah laut
dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap langsung
dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat melebihi kemuliaan serta
kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan dicapai oleh
sesiapa pun sebelum aku."
Rasa sombong dan
keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dicela oleh Allah
yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih luas untuk dimiliki
oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan bahwa bagaimana luasnya
ilmu dan pengetahuan seseorang, nescaya akan terdapat orang lain yang lebih
pandai dan lebih alim daripadanya. Selanjutnya untuk melanjutkan kekurangan
yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan kepadanya agar menemui seorang
hamba-Nya di suatu tempat di mana dua lautan bertemu. Hamba yang soleh yang
telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan memberi tambahan
pengetahuan dan ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat menjadikan sedar bahwa
tiada manusia yang dapat membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah orang
yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.
Berkata Musa kepada
Tuhan: "Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu yang soleh itu,
bagi memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat titisan air pengetahuan dan
ilham yang Engkau telah berikan kepadanya."
Allah berfirman kepada
Musa: "Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu
mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan
di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang soleh
itu." Nabi Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi
oleh "Yusya' bin Nun" seorang drp para pengikutnya yang setia. Ia
membawa bekal makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi
seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia berkeras hati tidak akan kembali
sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus melakukan
perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila perlu. Ia berpesan
kepada teman sepejalanannya Yusya' bin Nun agar segera memberitahu kepadanya
bilamana ikan yang di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.
Tatkala Nabi Musa
nerserta Yusya' bin Nun sampai di mana dua lautan bertemu yang telah
diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di atas sebuah batu
yang besar yang berada di tepi lautan. Pada saat ia lagi tidur nyenyak,
turunlah hujan rintik-rintik, membasahi seekor di dalam keranjang itu dan tanpa
mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga
dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang tidak menentu arah
mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa
beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari
Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sgt lapar. Ketika
Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya
akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya' kepada
Nabi Musa: "Aku telah dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera,
bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan kami
yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air
hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melapurkan kkepadamu
segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh syaitan."
Wajah Nabi Musa
berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari Yusya' karena telah
dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah yang dicari
itu. Berkata Musa kepada Yusya': "Inilah tempat yang kami tuju dan disini
kami akan menemui orang yang kami cari. Marilah kami kembali ke tempat batu
karang itu yang menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kami yang jauh
ini."
Setiba mereka kembali
di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh kurus
langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang
soleh. Ia sedang menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera
disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
"Siapakah
engkau?" bertanya orang soleh itu. Musa menjawab: "Aku adalah
Musa." Bertanya kembali orang soleh itu: "Musa, nabi Bani
Isra'ilkah?"
"Betul",
jawab Musa, seraya bertanya: "Dari manakah engkau mengetahui bahawa aku
adalah Nabi Bani Isra'il?"
"Dari yang
mengutusmu kepadaku", jawab orang soleh itu. "Inilah hamba Allah yang
aku cari", berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya dan berkata
kepadanya: "Dapatkah engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan
bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku
akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu."
Hamba soleh atau
menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu menjawab:
"Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila engkau mengikutiku
dan berjalan bersamaku. Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib
yang sepintas lalu nampak seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun
pada hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dab engkau sebagai manusia
tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang
ganjil menurut pandanganmu."
Musa menjawab dengan
sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan :
"Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar yang tidak akan
melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu."
Berkata Al-Khidhir
kepada Musa: "JIka engkau benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan
bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang
sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau
tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan
mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya
memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak
pada akhir perjalanan kami berdua."
Dengan diterimanya
pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan mematuhinya
bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam perjalanan.
Pelanggaran pertama
terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai,
di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta
pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di
tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran
bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik
perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak
terdapat pada orang biasa.
Tatkala mereka berada
dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di antara
gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi perahu itu
dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa
suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik
terhadap mereka.
Musa lupa akan
janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata: "Engkau telah
melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah
dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua
penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang
telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa
membayar sesen pun?"
Berkata Al-Khidhir
menjawab teguran Musa: "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahawa engkau
tidak akan sabar menahan diri melihat tindak-tandukku di dalam perjalanan
menyertaiku."
Musa berkata:
"Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku
dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku."
Permintaan maaf Musa
diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah meeka berdua di tempat yang dituju di
sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka
dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya.
Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak
jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu. Alangkah terperanjatnya Musa
melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenangnya telah membunuh
seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa
adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.
Musa sebagai Nabi yang
diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan kejahatan tidak dapat berdiam
diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka
ditegurlah ia seraya berkata: "Mengapa engkau telah membunuh seorang anak
yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar
dan keji."
Al-Khidhir menjawab
dengan sikap dinginnya: "Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau
tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?"
Dengan rasa malu mendengar
teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa: "Maafkanlah aku untuk kedua
kalinya dan perkenankanlah untuk aku meneruskan perjalanan bersamamu dengan
pergertian bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari pihakku untuk kali
ketiganya, maka janganlah aku diperbolehkan menyertaimu seterusnya.Sesungguhnya
telah cukup engkau memberi uzur dan memberi maaf kepadaku."
Dengan janji terakhir
yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua
sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan
lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka
berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan
untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk
desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang mahu menolong mereka memberi
tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga dengan rasa kecewa mereka
segera meninggalkan desa itu.
Dalam perjalanan Musa
dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat dinding salah satu
rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan
ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disedar, berkata Musa kepada
Al-Khidhir: "Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi
orang0orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada
kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang lapar.
Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu, agar
dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami menutupi keperluan makan minum
kami."
Al-Khidhir menjawab:
"Wahai Musa, inilah saat untuk kami berpisah sesuai dengan janjimu yang
terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan dan uzur. Akan tetapi sebelum
kami berpisah , akan aku berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan
perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang patut."
"Ketahuilah hai
Musa", Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,"bahawa pengrusakan bahtera
yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk menyelamatkannya dari
pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang
bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang fakir-miskin yang
digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari. Dengan
melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan
berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan
berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik
orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan
sewenang-wenangnya."
"Adapun tentang
anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan kedua orang tuanya dari
gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang tua anak itu adalah orang-orang
yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku khuatirkan akan menjadi tersesat dan
melakukan hal-hal yang buruk karena dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku
harapkan dengan matinya anak itu Allah akan mengurniai anak pengganti yang
soleh dan berbakti kepada mereka berdua."
Sedang mengenai
dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena
dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah
mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan
yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan
utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta
ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu."
"Demikianlah
wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan tindakan-tindakanku
yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar hukum. Semuanya itu telah
kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan wahyu Allah
kepadaku."
Kisah Musa dan
Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah "Al-Kahfi" ayat 60 sehingga
ayat 82 yang bermaksud :~
"60~ Dan
{ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti
berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun." 61~ Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua
laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya
ke laut itu. 62~ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh berkatalah Musa kepada
muridnya: "Bawalah kemari makanan kita sesungguhnya kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini." 63~ Muridnya menjawab: "Tahukah
kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku
lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang aneh sekali." 64~ Musa berkata: "Itulah tempat yang kita
cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. 65~ Lalu
mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami. 66~ Musa berkata Al-Khidhir: "Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" 67~ Dia menjawab: "Sesungguhnya
kamu sesekali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku, 68~ dan bagaimana kamu
dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang hal itu?" 69~ Musa berkata: "Insya-Allah kamu akan mendapati
aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu
urusan pun." 70~ Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah
kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu." 71~ Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya
menaiki perahu, lalu Al-Khidhir melubanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu
melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?"
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. 72~ Dia
{Al-Khidhir} berkata: "Bukankah aku telah katakan: "Sesungguhnya kamu
sesekali tidak akan sabar bersama dengan aku." 73~ Musa berkata:
"Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan janganlah kamu
membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku," 74~ Maka berjalanlah
keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir
membunuhnya. Musa berkata : "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan
kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang
mungkar." 75~ Al-Khidhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu
bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" 76~ MUsa
berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini}
maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah
cukup memberikan uzur padaku." 77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala
keduanya sampai kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak
mahu menjamu mereka kemudian keduanya dapati dalam negeri itu ada dinding rumah
yang hampir roboh, maka Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata:
"Jikalau kamu mahu nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu." 78~
Al-Khidhir berkata : "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan
ku beritahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. 79~ Adapun bahter itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu kerana di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80~ Dan ada pun anak
muda itu maka kedua orang tuanya adlah orang-orang mukmin dan kami khuatir bhe
dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. 81~
Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain
yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya
{kepada ibubapanya}. 82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan dua orang anak muda
yang yatim di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka Tuhanmu
menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu
menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan perbuatan-perbuatan
yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." { Al-Kahfi : 60 ~ 82 }
Komentar
Posting Komentar