Pengajaran yang didapat dari kisah Nabi Yusuf A.S.
Banyak ajaran dan ibrah yang dapat dipetik dari Kisah Nabi
Yusuf yang penuh dengan pengalaman hidup yang kontriversi itu. Di antaranya
ialah :~
Bahwasanya penderitaan seseorang yang nampaknya merupakan suatu
musibah dan bencana, pd hakikatnya dalam banyak hal bahkan merupakan rahmat dan
barakah yang masih terselubung bagi penderitaannya.Karena selalunya bahwa
penderitaan yang di anggapkan itu suatu musibah adalah menjadi permulaan dari
kebahagiaan dan menjadi kesejahteraan yang tidak diduga semula. Demikianlah apa
yang telah dialami oleh Nabi Yusuf dengan pelemparan dirinya ke dalam sebuah
perigi oleh saudara-saudaranya sendiri, disusuli dengan pemenjaraannya oleh
para penguasa Mesir. Semuanya itu merupakan jalan yang harus ditempuh oleh
beliau untuk mencapai puncak kebesaran dan kemuliaan sebagai nabi serta tngkat
hidup yang mewah dan sejahtera sebagai seorang penguasa dalam sebuah kearajaan
yang besar yang dengan kekuasaannya sebagai wakil raja, dapat menghimpunkan
kembali seluruh anggota keluarganya setelah sekian lama berpisah dan
bercerai-berai.
Maka seseorang mukmin yang percaya kepada takdir, tidak
sepatutnya merasa kecewa dan berkecil hati bila tertimpa sesuatu musibah dalam
harta kekayaannya, kesihatan jasmaninya atau keadaan keluarganya. Ia harus
menerima percubaan Allah itu dengan penuh kesabaran dan tawakkal seraya memohon
kepada Yang Maha Kuasa agar melindunginya dan mengampuni segala dosanya,
kalau-kalau musibah yang ditimpakan kepadanya itu merupakan peringatan dari
Allah kepadanya untuk bertaubat.
Dan sebaliknya bila seseorang mukmin memperoleh nikmat dan
kurinia Allah berupa perluasan rezeki, kesempurnaan kesihatan dan kesejahteraan
keluarga, ia tidak sepatutnya memperlihatkan sukacita dan kegembiraan yang
berlebih-lebihan. Ia bahkan harus bersyukur kepada Allah dengan melipat
gandakan amal solehnya sambil menyedarkan diri bahwa apa yang diperolehnya itu
kadang-kadang boleh tercabut kembali bila Allah menghendakinya. Lihatlah
sebagaimana teladan Nabi Yusuf yang telah kehilangan iman dan tawakkalnya
kepada Allah sewaktu berada seorang diri di dalam perigi mahupun sewaktu
merengkok di dalam penjara, demikian pula sewaktu dia berada dalam suasana
kebesarannya sebagai Penguasa Kerajaan Mesir, ia tidak disilaukan oleh
kenikmatan duniawinya dan kekuasaan besar yang berada di tangannya. Dalam kedua
keadaan itu ia tidak melupakan harapan, syukru dan pujaan kepada Allah dan
sedar bahwa dirinya sebagai makhluk yang lemah tidak berkuasa mempertahankan segala
kenikmatan yang diperolehnya atau menghindarkan diri dari musibah dan
penderitaan yang Allah limpahkan kepadanya. Ia mengembalikan semuanya itu
kepada takdir dan kehendak Allah Yang Maha Kuasa.
Nabi Yusuf telah memberi contoh dan teladan bagi kemurnian
jiwanya dan keteguhan hatinya tatkala menghadapi godaan Zulaikha, isteri ketua
Polis Mesir, majikannya. Ia diajak berbuat maksiat oleh Zulaikha seorang isteri
yang masih muda belia, cantik dan berpengaruh, sedang ia sendiri berada dalam
puncak kemudaannya, di mana biasanya nafsu berahi seseorang masih berada di
tingkat puncaknya. Akan tetapi ia dapat menguasai dirinya dan dapat mengawal
nafsu kemudaannya, menolak ajak isteri yang menjadi majikannya itu, karena ia
takut kepada Allah dan tidak mahu mengkhianati majikannya yang telah berbuat
budi kepadanya dirinya dan memperlakukannya seolah-olah anggota keluarganya
sendiri. Sebagai akibat penolakannnya itu ia rela dipenjarakan demi
mempertahankan keluhuran budinya, keteguhan imannya dan kemurnian jiwanya.
Nabi Yusuf memberi contoh tentang sifat seorang kesatria
yang enggan dikeluarkan dari penjara sebelum persoalannya dengan Zulaikha
dijernihkan. Ia tidak mahu dikeluarkan dari penjara kerana memperoleh
pengampunan dari Raja, tetapi ia ingin dikeluarkan sebagai orang yang bersih,
suci dan tidak berdosa. Karenanya ia sebelum menerima undangan raja kepadanya
untuk datang ke istana, ia menuntut agar diselidik lebih dahulu tuduhan-tuduhan
palsu dan fitnahan-fitnahan yang dilekatkan orang kepada dirinya dan dijadikannya
alasan untuk memenjarakannya. Terpaksalah raja Mesir yang memerlukan Yusuf
sebagai penasihatnya, memerintahkan pengusutan kembali peristiwa Yusuf dengan
Zulaikha yang akhirnya dengan terungkapnya kejadian yang sebenar, di mana
mereka bersalah dan memfitnah mengakui bahawa Yusuf adalah seorang yang bersih
suci dan tidak berdosa dan bahwa apa yang dituduhkan kepadanya itu adalah palsu
belaka.
Suatu sifat utama pembawaan jiwa besar Nabi Yusuf menonjol
tatkala ia menerima saudara-saudaranya yang datang ke Mesir untuk memperolehi
hak pembelian gandum dari gudang pemerintah karajaan Mesir. Nabi Yusuf pada
masa itu, kalau ia mahu ia dapat melakukan pembalasan terhadap
saudara-saudaranya yang telah melemparkannya ke dalam sebuah perigi dan
memisahkannya dari ayahnya yang sangat dicintai. Namun sebaliknya ia bahkan
menerima mereka dengan ramah-tamah dan melayani keperluan mereka dengan penuh
kasih sayang, seolah-olah tidak pernah terjadi apa yang telah dialami akibat
tindakan saudara-saudaranya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Demikianlah Nabi Yusuf dengan jiwa besarnya telah melupakan semua penderitaan
pahit yang telah dialaminya akibat tindakan saudara-saudaranya itu dengan
memberi pengampunan kepada mereka, padahal ia berada dalam keadaan yang memungkinkannya
melakukan pembalasan yang setimpal. Dan pengampunan yang demikian itulah yang
akan berkesan kepada orang yang diampuni dan yang telah dianjurkan oleh Allah
dan Rasul-Nya dalam beberapa ayat Al-Quran dan beberapa hadis nabawi.
Komentar
Posting Komentar